Senin, 26 Juli 2010

Segalanya membutuhkan uang, tapi uang juga bukanlah segalanya

ada sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang!!


1. Cinta dan kebahagiaan, anda bisa membeli sex dengan uang, namun tidak daat membeli cinta dan kasih sayang dengan uang.

2. Waktu, anda bisa membeli berapa banyak pun jam, tetapi anda tidak dapat membeli waktu yang telah anda buang.

3. Istirahat, anda dapat membeli berapa banyak pun kasur termahal didunai, tapi anda tidak dapat membeli istirahat anda.

4. Sahabat, jika anda kaya raya, anda dapat membeli anak buah seberapa banyakpun, namun sahabat yang dengan ikhlas datang saat anda susah, tidak akan pernah dapat anda beli.

5. Kesehatan, Jika kaya raya, anda dapat membeli obat semahal apapun, namun tetap saja kesehatan tidak akan dapat anda beli jika penyakit sudah melanda.

Minggu, 25 Juli 2010

Cerita Yang Mungkin Berguna!!! FOr U n For Me!!


Make Changes




Saya seorang mantan guru sekolah musik dari Des Moines, Iowa.
Saya mendapat nafkah dengan mengajar piano-selama lebih dari 30 tahun.
Selama itu, saya menyadari tiap anak punya kemampuan musik yang berbeda.
Tapi saya tidak pernah merasa telah menolong walaupun saya telah mengajar
beberapa murid berbakat.
Walaupun begitu, saya ingin bercerita tentang murid yang "tertantang secara
musik". Contohnya adalah Robby.
Robby berumur 11 tahun, ketika ibunya memasukkan dia dalam les untuk
pertama kalinya. Saya lebih senang kalau murid (khususnya laki-laki)mulai
ketika lebih muda, saya jelaskan itu pada Robby. Tapi Robby berkata, ibunya
selalu ingin mendengar dia bermain piano. Jadi saya jadikan dia murid.

Robby memulai les pianonya dan dari awal saya pikir dia tidak ada harapan.
Robby mencoba, tapi dia tak mempunyai perasaan nada maupun irama dasar yang
perlu dipelajari. Tapi dia mempelajari benar-benar tangga nada dan beberapa
pelajaran awal yang saya wajibkan untuk dipelajari semua murid.

Selama beberapa bulan, dia mencoba terus dan saya mendengarnya dengan ngeri
dan terus mencoba menyemangatinya. Setiap akhir pelajaran mingguannya, dia
berkata, "Ibu saya akan mendengar saya bermain pada suatu hari."
Tapi rasanya sia-sia saja. Dia memang tak berkemampuan sejak lahir.
Saya hanya mengetahui ibunya dari jauh ketika menurunkan Robby atau
menjemput Robby. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan tapi tidak
pernah turun.

Pada suatu hari, Robby tidak datang lagi ke les kami. Saya berpikir untuk
menghubunginya, tapi karena ketidakmampuannya, mungkin dia mau les yang
lain saja. Saya juga senang dia tidak datang lagi. Dia menjadi iklan yang
buruk untuk pengajaran saya!

Beberapa minggu sesudahnya, saya mengirimkan brosur ke tiap murid,mengenai
pertunjukan yang akan dilaksanakan. Yang mengagetkan saya, Robby (yang juga
menerima brosur) menanyakan saya apakah dia bisa ikut pertunjukan itu.

Saya katakan kepadanya, pertunjukan itu untuk murid yang ada sekarang dan
karena dia telah keluar, tentu dia tak bisa ikut.Dia katakan bahwa ibunya
sakit sehingga tak bisa mengantarnya ke les,tapi dia tetap terus berlatih.
"Bu Hondrof... saya mau main!" dia memaksa.

Saya tidak tahu apa yang membuat saya akhirnya membolehkan dia main di
pertunjukan itu. Mungkin karena kegigihannya atau mungkin ada sesuatu yang
berkata dalam hati saya bahwa dia akan baik-baik saja.

Malam pertunjukan datang. Aula itu dipenuhi dengan orang tua, teman,dan
relasi. Saya menaruh Robby pada urutan terakhir sebelum saya ke depan untuk
berterima kasih dan memainkan bagian terakhir. Saya rasa kesalahan yang dia
buat akan terjadi pada akhir acara dan saya bisa menutupinya dengan
permainan dari saya.

Pertunjukan itu berlangsung tanpa masalah. Murid-murid telah berlatih dan
hasilnya bagus. Lalu Robby naik ke panggung. Bajunya kusut dan rambutnya
bagaikan baru dikocok. "Kenapa dia tak berpakaian seperti murid lainnya?"
pikir saya.
"Kenapa ibunya tidak menyisir rambutnya setidaknya untuk malam ini?"

Robby menarik kursi piano dan mulai. Saya terkejut ketika dia menyatakan
bahwa dia telah memilih Mozart's Concerto #21 in C Major.
Saya tidak dapat bersiap untuk mendengarnya.

Jarinya ringan di tuts nada, bahkan menari dengan gesit. Dia berpindah dari
pianossimo ke fortissimo... dari allegro ke virtuoso. Akord tergantungnya
yang diinginkan Mozart sangat mengagumkan!

Saya tak pernah mendengar lagu Mozart dimainkan orang seumur dia sebagus
itu!

Setelah enam setengah menit, dia mengakhirinya denganc rescendo besar dan
semua terpaku disana dengan tepuk tangan yang meriah. Dalam air mata, saya
naik ke panggung dan memeluk Robby dengan sukacita.
"Saya belum pernah mendengar kau bermain seperti itu, Robby! Bagaimana kau
melakukannya?"
Melalui pengeras suara Robby menjawab, "Bu Hondorf... ingat saya berkata
bahwa ibu saya sakit? Ya, sebenarnya dia sakit kanker dan dia telah berlalu
pagi ini. Dan sebenarnya... dia tuli sejak lahir jadi hari inilah dia
pertama kali mendengar saya bermain. Saya ingin bermain secara khusus."

Tidak ada satu pun mata yang kering malam itu. Ketika orang-orang dari
Layanan sosial membawa Robby dari panggung ke ruang pemeliharaan,saya
menyadari meskipun mata mereka merah dan bengkak, betapa hidup saya jauh
lebih berarti karena mengambil Robby sebagai murid saya.
Tidak, saya tidak pernah menjadi penolong, tapi malam itu saya menjadi
orang yang ditolong Robby. Dialah gurunya dan sayalah muridnya. Karena
dialah yang mengajarkan saya arti ketekunan,kasih, percaya pada dirimu
sendiri, dan bahkan mau memberi kesempatan pada seseorang yang tak anda
ketahui mengapa.

Peristiwa ini semakin berarti ketika, setelah bermain di Desert Storm,
Robby terbunuh oleh pengeboman yang tak masuk akal oleh Alfred P. Murrah
Federal Building di Oklahoma pada April 1995, ketika dilaporkan... dia
sedang main piano.

Dan sekarang, tambahan cerita ini. Jika anda mau meneruskan
imel ini, mungkin anda berpikir, orang mana di daftar alamat yang tidak
"cocok" untuk menerima pesan ini. Orang yang mengirim imel ini yakin bahwa
kita dapat membuat perubahan. Kita semua mempunyai ribuan kesempatan tiap
hari untuk menyadari rencana Tuhan. Banyak sekali interaksi antara dua
orang memberi kita suatu pilihan: Apakah kita meneruskan percikan Ilahi?
Atau kita membiarkan kesempatan itu, dan membiarkan dunia semakin dingin
dalam prosesnya?

Seorang teman mengalikan kesenangan dan membagi kesedihan
-entah siapa-